Istana Kemaafan

 

Tayangan pembuka disunting menggunakan Aplikasi Canva. Lagu latar berjudul Semua Karena Allah dinyanyikan oleh Astrid dan Dide Hijau Daun.

Memaafkan, konon terasa lebih berat daripada meminta maaf. Apalagi, jika seseorang memaksakan diri untuk merelakan luka batin. Bahkan, saat yang menyakiti tak juga kunjung menyadari kekhilafannya. 

Rasulullah ﷺ pernah berkisah tentang dua manusia di pintu surga. Salah seorang sedang menuntut keadilan atas perilaku saudaranya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

Lantas, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang Maha Bijaksana menunjukkan kepada hamba yang terluka batin ini, istana yang indah. Dindingnya dipenuhi batu mulia. Ujung kiri dan kanan tidak tampak oleh pandangan mata, saking luasnya. Megah. Besar. Luar biasa tak pernah terbayangkan.

Maka sang hamba bertanya, "Bagaimana dan siapa yang bisa menempati istana itu, Ya Rabb?"

Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menjawab bahwa hanya hamba yang mengikhlaskan kekhilafan atau kedzaliman saudaranya, dapat menghuni istana tersebut. Hingga, tak berpikir panjang lagi, sang hamba melupakan luka lahir batin selama di dunia, untuk menebus kenikmatan istana kemaafan. 

Dalam bingkai : Peterhof Palace merupakan salah satu istana megah di dunia, terletak di Rusia. Oleh karena tidak mungkin ada gambaran Istana Kemaafan surga. Foto diambil dari sini

Para alim ulama menyatakan bahwa karakter mudah memaafkan bukanlah reaksi atas kebaikan orang lain. Sifat ini merupakan inisiatif. Tidak tergantung eksternal dirinya sudah meminta maaf atau belum. Bahkan, tidak menunggu lingkungan sudah menyadari luka batinnya atau belum. 

Iya, memang berat sekali. Bagaimana mungkin semudah itu memaafkan? Sementara, orang lain tidak menyadari nilai diri kita yang dilanggarnya?

Namun, jika bercermin pada Ali Zainal Abidin رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -cicit Baginda Rasulullah ﷺ- saat ditanya masyarakat di zamannya; betapa mudah Beliau memaafkan para pelaku pembantaian ayah dan paman di Karbala. Mereka ini ada yang jadi buron, mengalami gangguan jiwa, ekonomi morat-marit dsb. Ali Zainal Abidin menyantuni dan merawat keluarga yang telah merenggut nyawa Al Hasan wal Husain.

Masyarakat heran. Bahkan jika itu terjadi pada diri mereka, pasti dendam kesumat yang akan dirasa. 

Bagaimana tanggapan putra Husain bin Ali bin Abi Thalib tentang ini? "Hati yang penuh dendam itu ibarat kita meminum racun hingga merusak seluruh tubuh, tetapi berharap orang lain yang mati. Apakah itu termasuk perbuatan insan yang berakal?"
Dalam bingkai : ilustrasi hati diambil dari sini

Maka, cepatlah pulih para istri yang merajuk karena kesilapan kecil ataupun kelalaian besar suaminya. Tanpa menunggu sang belahan jiwa meminta maaf. 

Para ayah dan ibu. Segeralah maklumi tutur kata, sifat dan sikap anak-anak yang tak jarang menghentak sanubari hingga kesabaran. 

Para kakanda, ayunda, dimas ataupun adinda. Melesatlah untuk sayangi saudara saudari, bahkan ketika mereka dalam keadaan yang menyakiti relung hati.

Segera hilangkan ingatan pahit terhadap goresan khilaf bahkan kedzaliman kerabat, rekan sejawat, sahabat sepermainan, tetangga hingga sekedar pengendara menyebalkan yang tak dikenal di jalan raya. 

Bukankah istana kemaafan akan meriah jika dihuni bersama keluarga tercinta dan masyarakat sekitar kita? 

Aduduh. Ini nasehat untuk Ummi. Disadur dari berbagai referensi dan kajian para guru. Jika yang baca terinspirasi, semoga jadi pemberat timbangan amal di Yaumil Hisab kelak. Aamiin Yaa Rabb.

ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ

 مَاشَاءَ اللهُ تَبَارَكَ اللهُ

Komentar

Postingan Populer