Kekayaan yang Membuat Bersyukur
Keberlimpahan harta merupakan salah satu ujian dahsyat bagi seorang mukmin. Sebab, jika manusia dalam kemapanan, dikhawatirkan ia lalai terhadap Keagungan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
Pada sebuah riwayat, Rasulullah ﷺ bahkan menyatakan kecemasannya akan kondisi kaum muslim sebagaimana hadits berikut ini :
"... Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Tetapi, aku khawatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian, sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian. Sehingga, kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (HR. Bukhari Muslim)
Tak ada salahnya menjadi hamba yang kaya. Namun, kemiskinan juga bukan kehinaan di sisi Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Bahkan, seorang Ahli Kitab memvalidasi kenabian Rasulullah ﷺ dari kepemimpinannya atas sebagian besar kaum dhuafa.
Kelapangan rezeki berupa properti, investasi, binatang ternak hingga fasilitas---akan bermanfaat bagi umat. Jika hamba yang dianugerahi itu semua memiliki kesadaran untuk menolong agama dan sesama.
Bahkan, iri hati yang diperbolehkan syariat adalah ketika memandang saudara seiman yang merupakan Ahli Qur'an dan atau kaya. Sedangkan ilmu maupun hartanya dimanfaatkan untuk kepentingan umat. Hal ini dititahkan Baginda Rasulullah ﷺ sebagai berikut :
“Tidak diperbolehkan hasad (iri hati) kecuali terhadap dua orang : Orang yang dikaruniai Allah (kemampuan membaca/menghafal Al-Qur'an). Lalu ia membacanya malam dan siang hari, dan orang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia menginfakkannya pada malam dan siang hari.” (HR. Bukhari, Muslim, Tarmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah).
Kekayaan yang berkah dan disyukuri, senantiasa meninggalkan gurat rendah hati pada seorang hamba. Ingatlah kisah Nabiyullah Sulaiman عَلَيْهِ السَّلَامُ pada penggalan Al Qur'an Surat An Naml ayat 40 berikut :
...Ketika dia (Sulaiman) melihat (singgasana) itu ada di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau berbuat kufur. Siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Siapa yang berbuat kufur, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
Betapa tunduk seorang Sulaiman عَلَيْهِ السَّلَامُ, sang penguasa singgasana kerajaan megah. Kemegahan itu tak dimiliki oleh raja sebelum maupun sesudah masanya.
Sulaiman عَلَيْهِ السَّلَامُ bahkan mampu menundukkan angin, memerintah bangsa jin hingga memahami bahasa satwa. Namun, ketakwaan menjadikannya penuh kemuliaan di hadapan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى.
Bandingkan dengan Fir'aun yang memimpin pada masa Nabiyullah Musa عَلَيْهِ السَّلَامُ. Ia hanya menguasai Mesir, Sungai Nil dan sekitarnya, langsung mengklaim diri sebagai tuhan. Sebagaimana Al Qur'an Surat An Nazi'at ayat 21 sampai 24 berikut ini :
Akan tetapi, dia mendustakan (kerasulan) dan mendurhakai (Allah). Kemudian, dia berpaling seraya berusaha (menantang Musa). Maka, dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya), lalu berseru (memanggil kaumnya). Dia berkata, “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.”
Semoga para insan yang dianugerahi kekayaan hati, kelapangan harta dan keluasan rezeki, dikaruniai pula sinar tawadhu dan rasa syukur terhadap Rabb semesta alam. Hingga dapat memanfaatkan segenap nikmat itu bagi kebaikan sesama manusia.
Semoga Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memudahkan dan meridhai langkah kita semua.
ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ
مَاشَاءَ اللهُ تَبَارَكَ اللهُ
Komentar
Posting Komentar
Sila tinggalkan jejak komentar, saran, masukan, kritik dan segenap tanggapan. Ummi tidak setiap hari memeriksa blog ini. Namun, insyaa Allah diusahakan membalas semampunya apabila senggang. Terima kasih atas kunjungannya :)